Sekoci Terbalik Untuk Menyelamatkan (Penghasung Karma “Islami”) Yang Jungkir Balik

Hukum terhadap sesuatu adalah wujud pemahaman seseorang tentang sesuatu. Masih adanya segelintir orang yang tanpa malu terang-terangan membela-bela bahwa hukum Karma (memang) ada di dalam Islam adalah suatu contoh kenyataan betapa sulitnya mencabut/mencongkel serpihan-serpihan sebuah keyakinan (walaupun tidak lagi dalam bentuk yang seutuhnya) di masa pra-Islam diIndonesia. Kita tidak akan pernah mengetahui bahwa serpihan keyakinan pra-Islam ini ternyata juga diyakini oleh Al-Ustadz sampai kemudian tersebar luas fatwanya di Pulau Dewata yang notabene mayoritas penduduknya mengimani HUKUM KARMA. Alih-alih untuk mengingkari apalagi membantah kebatilannya, justru beliau datang untuk membenarkannya dan mengokohkannya dengan ayat dan hadits yang beliau hafal, wal’iyadzubillah.
Inti masalahnya sederhana sebenarnya, berfatwa tanpa ilmu tetapi dampaknya yang sangat mengerikan….bahaya laten virus keyakinan bahwa HUKUM KARMA ADA DI DALAM ISLAM dan merebaknya generasi Islam yang meyakini adanya hukum Karma di dalam Islam. Wal’iyadzubillah.
…….
“Bagi kita, umat Islam, syahadat menjadi ukuran dalam menuntaskan kebingungan, untuk kembali dengan selamat sentosa pada Allah ‘Azza wa Jalla. Termasuk menyikapi persoalan Karma? Tentu saja:)
Karenanya, hendaklah seorang muslim, yang mau menyikapi pertanyaan ini, segera kembali pada siapa Tuhannya. Allah, tiada lain, hanya Dia. Siapa uswahnya, Nabi Muhammad Saw (semestinya shalawat ini ditulis lengkap, shallallahu ‘alaihi wa sallam-pen). Sehingga, ia akan segera mendapatkan bahan-bahan untuk mengambil sikap. Maklum, persoalan Karma menjadi riuh dan tak jelas karena beberapa hal. Pertama, tidak adanya parameter dalam mencari jalan keluar. Kedua, terlalu larut dalam urf (budaya) masyarakat. Ketiga, ketidakmauan dalam mengikuti apa-apa yang telah diwariskan.
Nah, sekarang… kita kembalikan lagi pada definisi Karma. Asal-usulnya, ternyata, dari agama Buddha, dengan istilah dan makna yang khusus. Secara aqidah, kita langsung mengerti harus bagaimana; keberadaannya dapat kita tolak sementah-mentahnya. Secara akar, ia datang dari keyakinan lain. Bagaimana mungkin kita perlu mendiskusikan: apakah buah apel itu bisa muncul di pohon duren?
Apa yang ada dalam Islam, tak akan ada dalam Buddha. Pun ajaran Buddha tak akan ada dalam Islam. Kalaupun ada kemiripan, hakikinya tetap tidak sama. Karena ruh dari aqidahnya sudah berbeda. Analoginya: kita boleh bilang, semua sekolah itu mendidik para siswanya. Tapi, apakah kita bisa bilang: semua outputnya pasti sama? Semua aqidah yang ada di muka bumi, menyangkal keberadaan aqidah yang lain. Sebab mereka punya tuhannya sendiri-sendiri. Jadi, aneh bila ada yang mengatakan semua agama itu sama, sedang tiap agama justru mengingkari keyakinan agama lainnya….” –selesai penukilan-
Makalah ini adalah tulisan kedua bertema Hukum Karma Tidak Ada di Dalam Islam, merupakan kelanjutan dari bagian pertama (http://tukpencarialhaq.wordpress.com/2012/03/02/ustadz-dzulqarnain-dan-aqidah-batil-hukum-karm/ atau http://fakta.blogsome.com/2012/03/02/al-ustadz-dzulqarnain-dan-aqidah-batil-hukum-Karma/).
Terpaksa, ya sangat terpaksa kami lanjutkan penulisannya karena ada segelintir orang yang tanpa merasa malu berdiri tegak membela fatwa batil adanya hukum Karma di dalam Islam dengan mencarikan celah makna yang menurut sangkaannya dapat menyelamatkan kebatilan fatwa tersebut dengan memberikan gambaran indah tentang makna Karma yang “Islami” dan baik untuk mengecoh dan menipu orang-orang yang lemah. Ironis sebenarnya, bahwa pembelaannya tersebut justru menjadikan Karma “Islami”nya semakin nampak jelas bopeng-bopengnya dan terjerembab ke lubang yang lebih dalam, jatuh bangun dari satu kebingungan ke dalam kegoncangan lainnya sampaipun harus mengeluarkan trik kotor, sinkretisasi Karma dengan dienul Islam. Ya, makna-makna yang telah dikenal di dalam syari’at Islam (yang sama sekali tidak ada kaitan apapun dengan agama musyrikin) tega dibungkus paksanya dengan istilah kufar penyembah berhala, Karma. Allahul musta’an.

Gambar 1. Screenshot paham (aliran) baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan. Lihat contohnya seperti bukti di atas
Subhanallah, bukannya menasehati dan menyeru sang Mufti untuk ruju’ dan bertaubat, tetapi dengan upayanya ini justru menjadikan sang mufti untuk semakin menjauh dari sikap yang semestinya dilakukan oleh orang yang terjatuh di dalam kesalahan yang fatal. Sang pembela justru bangkit untuk mengukuhkan bahwa istilah kufur para musyrikin penyembah berhala ini ada di dalam Islam! Berupaya keras untuk mengharumkan nama penyeru fatwa batil tanpa ilmu dengan Karma dan tidak ada yang salah dari apa yang telah difatwakannya tanpa ilmu tersebut. Tetapi lihatlah wahai saudaraku, bagaimana lubang-lubang Karma akan menenggelamkan satu per satu syubhat-syubhat rapuhnya.
Kami kumpulkan pula bukti-bukti screenshot dari berbagai sumber yang utamanya adalah kelompok-kelompok baik dari kalangan Hizbiyyah Sururiyyah, Ikhwaniyyah Quthbiyyah, kalangan umum ataupun awam muslimin serta kelompok diskusi umum/publik bahkan kuffar yang notabene adalah lahan dakwah yang semestinya menjadi sasaran dakwah Al-Ustadz Dzulqarnain dan pembela keabsahan adanya hukum Karma di dalam Islam (ustadz Sofyan Ruray. Lc dan para pendukungnya) justru mendakwahi keduanya (dengan berbagai ekspresi dan ungkapan sesuai pemahaman masing-masing, bukan pada tempatnya saat ini untuk membahasnya) yang kesimpulan intinya adalah mereka menyatakan dengan tegas bahwa HUKUM KARMA TIDAK ADA DI DALAM ISLAM”. Memalukan? Betapa tidak. Memilukan? Itulah kenyataan fahitnya. Tetapi itu bukanlah akhir dari tragedi ini karena yang membuat hati kita tersayat-sayat sembilu sekaligus marah adalah ketika Islam dinistakan oleh orang-orang kafir karena ulah para penghasung dan pembela paham adanya hukum Karma di dalam Islam!!
Tulisan sederhana ini kami ketengahkan sebagai bentuk bantahan terhadap kebatilan kaum kuffar yang mengimani adanya Karma sekaligus bantahan terhadap siapapun para pengusung dan pembela paham adanya Karma di dalam Islam. Sikap mereka ini tidak lebih dari besarnya hawa nafsu dan kesombongannya ataupun karena kejahilannya dalam masalah ini, dengannya tidak ada alasan lagi bagi kaum kuffar musyrikin penyembah berhala itu untuk melecehkan Islam. Islam tidak memiliki kaitan apapun dengan Karma dan Karma tidak bisa dikaitkan oleh siapapun (setinggi apapun gelarnya!) serta dengan cara/trik apapun dengan Islam.

KILAS BALIK
Sekadar mengingatkan kembali apa yang telah difatwakan (tanpa ilmu) oleh Al-Ustadz Dzulqarnain terkait keberadaan HUKUM KARMA DI DALAM ISLAM:
Apakah hukum Karma itu memang ada?
Hukum Karma dimaklumi ya dalam bahasa Indonesia, dalam pengertian kita. Seorang berbuat kejelekan, ada seseorang dia juga mendapatkan akibat yang semisalnya. Nah hal yang semacam ini mungkin saja ada sebab dia adalah bentuk dari siksaan, bentuk dari pembalasan, iya, bentuk dari pembalasan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan bahwa pembalasannya itu sangatlah berat. Di dalam berbagai ayat diterangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, iya, memberikan balasan kepada orang yang berbuat dosa sesuai dengan amalannya masing-masing….(kemudian beliau membawakan ayat dan hadits untuk menguatkan fatwanya di atas)
Berikut link bukti suaranya:
http://www.4shared.com/mp3/j4YPBuX1/hukum_Karma_mungkin_saja_ada.html

MERUJUK KEPADA REFERENSI RESMI BAHASA INDONESIA
Untuk menggaris-atasi pernyataan: “ Hukum Karma dimaklumi ya dalam bahasa Indonesia, dalam pengertian kita..” maka parameter sah yang kita gunakan adalah kembali kepada pengertian di dalam kamus-kamus resmi bahasa Indonesia terkait kata kunci KARMA.
A. Menurut KBBI Daring yang dipublikasikan oleh Depdiknas RI disebutkan:
Gambar 2. “Karma (adalah) perbuatan manusia KETIKA HIDUP DI DUNIA, hukum sebab-akibat – - – -suatu hukum mutlak di alam.”
Jika dikembalikan kepada kamus resmi bahasa Indonesia-pun, sangat jelas bahwa pengertian ini adalah pengertian yang murni diwarnai oleh nuansa RELIGI agama Hindu dan Buddha. Hukum sebab-akibat yang hanya terbatas KETIKA HIDUP DI DUNIA. Suatu hukum sebab-akibat yang disandarkan semata kepada kekuatan mutlak di alam, sama sekali tidak terkait taqdir (simak uraian kebatilan dan kesesatannya pada makalah terdahulu) dan kehendak Allah Ta’ala. Tidak menyinggung sama sekali pembalasan di akhirat apalagi ampunan dan rahmat Allah Ta’ala sebagaimana yang diyakini oleh kaum muslimin.
يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَرْحَمُ مَنْ يَشَاءُ وَإِلَيْهِ تُقْلَبُونَ (٢١)
“Allah mengadzab siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-’Ankabut:21)
Adapun pokok keimanan kaum mukminin adalah:
يَوْمَ يُسْحَبُونَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ ذُوقُوا مَسَّ سَقَرَ (٤٨)إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ (٤٩)
“(ingatlah) Pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan kepada mereka): “Rasakanlah sentuhan api neraka!” Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut taqdir” (QS. Al-Qamar:48-49)
Semuanya terjadi atas kehendak Allah Ta’ala dan bukan karena hukum sebab-akibat mutlak di alam.
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ …(١٨٨)
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.” (QS. Al-A’raf:188)
Bukankah menurut hukum Karma (mutlak di alam) sebab-akibat di atas juga menegaskan bahwa tersebab orang dibakar api maka akan (berakibat) hangus/terbakar? Firman-Nya:
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (٦٨)قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (٦٩)
Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim“(QS. Al-Anbiyaa’:68-69)
فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا اقْتُلُوهُ أَوْ حَرِّقُوهُ فَأَنْجَاهُ اللَّهُ مِنَ النَّارِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (٢٤)
“Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan: “Bunuhlah atau bakarlah dia”, lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-’Ankabut:24)
Firman-Nya pula:
قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (٤٧)
“Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia.” (QS. Ali ‘Imran:47)
Dimana Karma itu (hukum mutlak sebab-akibat di alam) bersembunyi di hadapan tanda-tanda kebesaran Allah, keMahaKuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas?
Jika demikian halnya, apakah Hukum Karma bisa mendekatkan seorang hamba kepada Dzat Yang Maha Perkasa yang telah menciptakannya?
B. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia:
Jika kita merujuk pada kamus ini-pun malah lebih jelas dan gamblang bahwa Islam-pun sama sekali tidak bisa dipaksakan untuk memberikan nuansa Islami pada Hukum Karma. Simak bukti screenshot di bawah ini:
Gambar 3. Screenshot Karma dijaga kelestariannya di filsafat Hindu, Jain, Sikh dan Budhdhisme.
Dengan kedua bukti di atas jelas menunjukkan bahwa klaim mengatasnamakan “Hukum Karma dimaklumi ya dalam bahasa Indonesia, dalam pengertian kita..” untuk kemudian disimpulkan bahwa HUKUM KARMA ADA DI DALAM ISLAM adalah klaim sepihak yang tidak memiliki landasan ilmu ilmiyah sama sekali.
Belum lagi jika pengertian dari kedua referensi resmi bahasa Indonesia di atas ditimbang dengan syari’at Islam. Layakkah masih terus memaksakan diri untuk menggunakan ayat dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam demi menjustifikasi keyakinan/pengertian kufur di atas?!
Gambar 4. Screenshot perbandingan antara definisi hukum Allah dengan hukum Karma dari referensi KBBI yang dipublikasikan oleh Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia(www.bahasa.cs.ui.ac.id ) dengan menggunakan 2 kata kunci: Karma, hukum
Dan memang, definisi Karma (hukum sebab-akibat ketika hidup di dunia, bukan hanya menguasai manusia tetapi merupakan hukum mutlak di alam) yang tercantum di dalam KBII tersebut merupakan cerminan dari pandangan pemilik aqidah tersebut:
Gambar 5. Dari segi bahasanya…..Hukum Karma ini bunyinya seakan-akan selari dengan ajaran agama Islam. Tetapi jika diselami dengan lebih mendalam, ianya sangat jauh berbeza dengan ajaran Agama Islam.
Firman Allah Ta’ala:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ (٩٦)
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (QS. Ash-Shaffat:96)
Demikian pula firman-Nya:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (١١)
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS.At-Taghabun:11)
Bagi sebagian penganut Karma, setiap musibah yang menimpa seseorang adalah semata akibat dari perbuatan jeleknya. Lalu dimana ajaran sinkretisme itu (Karma “Islami”) di hadapan ayat-ayat suci Al-Qur’an di bawah ini?
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (١٥٧)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah:155-157)
Lihatlah bahwa dengan musibah/cobaan/malapetaka/kesengsaraan yang menimpa justru merupakan berita gembira bagi orang-orang yang sabar, terangkatnya derajat mereka dengan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Allah Ta’ala!
Benar, hukum karma adalah wujud dari kesombongan musyrikin kafir yang mempertuhankan akal-akal mereka.
Secercah Pertanyaan Kepada Para Penghasung dan Pembela Hukum Karma. Ini adalah sebuah pilihan bagi para penganut paham Karma. Apakah mereka berbalik mendustakan Karmanya ataukah mereka tetap mempercayai dan meyakini hukum sebab-akibat mutlak buatan akal para penyembah berhala ini. “Dosa” apa yang telah dilakukan oleh para Nabiyullah “Alaihimussalam sehingga harus menerima Karma “jelek” (yang disangkutpautkan secara dusta dengan prinsip mulia al jaza’ min jinsil ‘amal) sebagaimana beberapa contoh di bawah ini?
  1. Dibunuhnya para Nabiyullah oleh Bani Israil
  2. Dimasukkannya Nabi Yusuf ‘Alaihissalam ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya (QS. Yusuf:15)
  3. Nabi Musa ‘Alaihissalam dan kaumnya yang beriman dikejar-kejar oleh Fir’aun dan balatentaranya (QS. Asy-Syu’araa’:61-64)
  4. Dibakarnya Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam
  5. Nabi Ayub yang menderita penyakit (QS. Al-Anbiyaa’:83) dsb.
Allah Ta’ala menegaskan:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (٢١٤)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah:214)
Jika demikian halnya malapetaka, musibah, kesengsaraan dan berbagai macam cobaan yang harus dilalui sebagai ujian keimanan seorang hamba untuk mendapatkan jannah-Nya, lalu dari sisi dan celah yang mana Karma celaka hasil olah rasa akal musyrikin kafir penyembah berhala bisa disinkretisasikan dengan syari’at Islam yang bersih dan suci??! Bukankah dalam pandangan mereka, semua itu (malapetaka, bencana,kesengsaraan) adalah karma jelek sebagai konsekwensi hukum sebab-akibat mutlak di alam (buah dari perbuatan jelek yang dilakukan (wal’iyadzubillah)? Subhanallah betapa lancangnya ucapan…ada hukum Karma di dalam Islam??!!?
Benar, hukum karma tidak lebih dari wujud kesombongan akal musyrikin kafir yang mempertuhankan hawa nafsu mereka.
…فَلا تَكُونَنَّ ظَهِيرًا لِلْكَافِرِينَ (٨٦)
“…sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Qashash:86)
Walhasil, Karma pada dasarnya adalah salah satu pokok keyakinan kuffar musyrikin penyembah berhala, jangan terkecoh dengan penampakan luarnya karena sesungguhnya Karma berlawanan dengan ayat-ayat Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an, bertentangan dengan syari’at Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tiada celah sesempit apapun bagi kaum mukminin untuk ridha keyakinan batil dan sesat semacam ini dilabeli dengan Islam, Al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, la min qarib wa la min ba’id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar