BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Persendian
panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur,
terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang,
bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur
masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan
otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur
hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri
retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas
menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
Prinsip penanganan untuk patah
tulang adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (resposisi)
dan mengembalikan posisi itu selam masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi).
Cara imobilisasi dengan pin, sekrup, pelat atau alat lain (osteosintesis) merupakan
langkah yang ditempuh bila cara non operatif seperti reposisi, gips, traksi dan
manipulasi lainya dirasa kurang memuaskan. Perlu diketahui, bahwa tidak semua
dislokasi (posisi tulang yang bergeser dari tempat seharusnya) memerlukan
reposisi untuk mencapai keadaan seperti sebelumnya karena tulang pun mempunyai
mekanisme sendiri untuk menyesuaikan bentuknya agar kembali seperti semula
(remodeling/swapugar). Fiksasi bisa berupa fiksasi luar, fiksasi dalam,
penggantian dengan prostesis dll. Contoh fiksasi luar adalah penggunaan pin
baja yang di tusukan pada fragmen tulang untuk kemudian disatukan dengan
batangan logam di luar kulit. Sedangkan fiksasi interna yang bisa dipakai
berupa pen dalam sumsum tulang panjang atau plat dengan sekrup di permukaan tulang.
Keuntungan cara ini adalah terjadi
reposisi sempurna, tidak perlu dipasang gips serta bisa bergerak dengan segera.
Namun mempunyai resiko infeksi tulang, Prostesis biasa digunakan untuk
penderita patah tulang pada manula yang sukar menyambung kembali.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis mencoba
merumuskan suatu masalah yaitu bagaimana melakukan asuhan keperawatan
perioperatif kepada An. W dengan kasus Fraktur Femur.
C. Ruang lingkup
Permasalahan
yang timbul pada bedah fraktur femur sangat luas, sehingga penulis mengambil
judul “Asuhan Keperawatan Peri operatif Fraktur Femur pada An.W di instalasi
bedah sentral RSUD Kebumen”
D. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Tujuan umum dari penulisan asuhan
keperawatan ini adalalah untuk mengetashui bagaimana asuhan keperawatan
perioperatif fraktur femur di RSUD Kebumen
2. Tujuan
Khusus
a. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan pre operatif Fraktur Femur
b. Untuk
Mengetahui asuhan keperawatan intra operasi Fraktur Femur
c. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan post operasi Fraktur Femur
E. Manfaat Penulisan
a.
Bagi individu
Dapat membandingkan teori yang di
dapat di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan dan mendapatkan
pengalaman langsung pelaksanaan praktek di rumah sakit.
b.
Bagi Rumah Sakit
Membantu memberikan informasi pada
rumah sakit tentang asuhan keperawatan peri operatif fraktur femur, membantu
untuk mendukung pelaksanaan meningkatkan pelayanan operasi optimal .
c.
Bagi institusi STIKES
Sebagai tambahan kepustakaan dalam
pengembangan ilmu kesehatan pada umumnya dan ilmu keperawatan pada khususnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. DEFINISI
Rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis.
b. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian
panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur,
terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang,
bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk
acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot.
Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip.
Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler
posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah
tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
c. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur
femur, yaitu :
1. Fraktur
Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan Melalui kepala femur (capital
fraktur)
·
Hanya di bawah kepala femur
·
Melalui leher dari femur
2. Fraktur
Ekstrakapsuler;
·
Terjadi di luar sendi dan kapsul,
melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah
intertrokhanter.
·
Terjadi di bagian distal menuju leher
femur tetapi tidak lebih dari 2
inci di
bawah trokhanter kecil.
d. PATOFISIOLOGI
1. Penyebab Fraktur Adalah Trauma
Fraktur patologis;
fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang
disebabkan oleh suatu proses yaitu :
·
Osteoporosis Imperfekta
·
Osteoporosis
·
Penyakit metabolik
TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
- Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
- Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA
DAN GEJALA
·
Nyeri hebat di tempat fraktur
·
Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
·
Rotasi luar dari kaki lebih pendek
·
Diikuti tanda gejala fraktur secara
umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur
terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN
MEDIK
·
X.Ray
·
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
·
Arteriogram : dilakukan bila ada
kerusakan vaskuler.
·
CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi
tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi
Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur,
Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi
Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
- Traksi Kulit
Dipasang pada dasar
sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan
beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu
beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak
diteruskan dengan pemasangan gips.
- Traksi Skeletal
Merupakan traksi
definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui
tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN
PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang
pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
·
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
·
Memperbaiki dan mencegah deformitas
·
Immobilisasi
·
Difraksi penyakit (dengan penekanan
untuk nyeri tulang sendi).
·
Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM
- MACAM TRAKSI
- Traksi Panggul
Disempurnakan
dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
- Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih
sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki.
Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk
mengurangi spasme otot.
- Traksi Cervikal
Digunakan
untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa
dipasang dengan halter kepala.
- Traksi Russell’s
Traksi
ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk
terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa
digunakan.
Traksi
ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan
vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
- Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita
tidur terlentang 1-2 jam, di bawah
tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen.
Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan
sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup.
Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
e. PENGKAJIAN
1. Riwayat
keperawatan
a. Riwayat
Perjalanan penyakit
·
Keluhan utama klien datang ke RS atau
pelayanan kesehatan
·
Apa penyebabnya, kapan terjadinya
kecelakaan atau trauma
·
Bagaimana dirasakan, adanya nyeri,
panas, bengkak dll
·
Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
·
Kehilangan fungsi
·
Apakah klien mempunyai riwayat penyakit
osteoporosis
b. Riwayat
pengobatan sebelumnya
·
Apakan klien pernah mendapatkan
pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
·
Apakah klien pernah menggunakan
obat-obat hormonal, terutama pada wanita
·
Berapa lama klien mendapatkan pengobatan
tersebut
·
Kapan klien mendapatkan pengobatan
terakhir
c. Proses
pertolongan pertama yang dilakukan
·
Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan
pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
·
Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi
edema
2. Pemeriksaan
fisik
a. Mengidentifikasi
tipe fraktur
b. Inspeksi
daerah mana yang terkena
-
Deformitas
yang nampak jelas
-
Edema,
ekimosis sekitar lokasi cedera
-
Laserasi
-
Perubahan
warna kulit
-
Kehilangan
fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
·
Bengkak,
adanya nyeri dan penyebaran
·
Krepitasi
·
Nadi,
dingin
·
Observasi
spasme otot sekitar daerah fraktur
BAB
III
TINJAUAN KASUS
TINJAUAN KASUS
A. Biodata
Nama : An.W
Umur : 13 tahun
Alamat : kedaleman kulon puring
Ruang
: teratai
Dx
medis :
fraktur femu tertutup dextra
B.
Pengkajian tgl 14/11/2011
1. Keluhan
utama:
Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan dan tidak
bisa digerakan.
2. Riwayat
kesehatan sekarang :
Pasien dengan post jatuh dari olahraga (volley). Ps
sadar, mengeluh sakit pada kaki kanan, sakit sekali dan tidak bisa
digerakan,Dalam pemeriksaaan ada tanda fungsiolesa, deformasi, bengkak dan
terbalut spalk. Pernah dipijat 1 bln yang lalu ditempat yang sama
3. Riwayat
kesehatan dahulu :
Pasien
blm pernah mengalami patah tulang(fraktur) sebelumnya, tidak mempunyai riwayat
hipertensi ataupun DM
4. Riwayat
kesehatan keluarga :
Keluarga
pasien tidak ada yg mempunyai penyakit hipertensi ataupun DM
5. Pemeriksaan
fisik
KU
: Cukup
Kesadaran
:
Composmentis
Tanda-tanda
Vital
TD :
132/92 mmHg
S
:
37 0 C
N :
102 x/mnt
R
:
22 x/mnt
Head
to toe:
Kepala : bentuk mesochepal
Rambut :
rambut agak kotor
Mata :
anemis, sklera tak ikterik
Telinga :
tidak ada discharge
Hidung
:Hidung tidak ada discharge,
Gigi dan mulut : mukosa bibir kering, gigi agak kotor
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid
Dada : dinding dada simetris,
tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Paru : suara paru vesikuler, wheezing,
sonor diseluruh lapang paru
Jantung : cor: reguler,
gallop dan murmur tdk ada
Abdomen : dinding perut datar, supel, tympani, bising usus 5x/mnt
Punggung : tidak ada luka dekubitus atau yang lain
Genitalia :
jenis kelamin laki-laki
Anggota gerak atas : tidak ada fraktur, kedua tangan mampu
digerakkan
Anggota gerak bawah : tidak dapat digerakan,hasil radiologi
terdapat fraktur femur
Turgor kulit : baik
6.
Data
Penunjang
a. Diagnosa medis: Fraktur femur tertutup
dextra
b. Hasil pemeriksaan radiologi
- Rontgen terdapat fraktur femur tertutup
dextra
c. Hasil Laboratorium (14-11-2011)
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Normal
|
Hb
RBC
HCT
|
10 g/dL
3.46 x 106 /uL
28.6 %
|
11.7 – 17.3
3.80 – 5.90
35.0 – 52.0
|
1. PRE
OPERASI
Analisa Data
NO
|
Data
|
Pathway
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS : Klien mengatakan kaki kanan nya sakit
sekali, P: Nyeri bertambah ketika kaki digerakan ,nyeri berkurang saat
diimobilisasi, Q: Nyeri seperti diiris, R: area femur, S: 8 , T: Saat
digerakan sampai selesai diimobilisasi
DO: - ps terlihat meringis menahan nyeri, merintih,
bengkak, px. rontgen fraktur femur dextra, RR: 22 x/mnt , TD: 132/92
mmHg, S: 37o C ,N: 102 x/mnt
|
cedera
jaringan kulit dan tulang
diskontinuitas tulang
proses inflamasi
menekan ujung syaraf bebas
nosiseptor
Nyeri akut
|
Diskontinuitas
tulang
|
Nyeri akut
|
2.
|
DS: Pasien mengatakan kaki kanan tidak bisa
digerakan .
DO:
dalam pemeriksaan didapatkan hasil adanya fungsialesa, deformitas, Px. Radiologi
diperoleh hasil fraktur femur dextra, sudah terpasang spalk.
|
Kerusakan
musculoskeletal
Mempersempit
ruang gerak
Fungsialesa
Kelemahan fisik
|
Kerusakan musculo skeletal
|
Kelemahan fisik
|
Intervensi Keperawatan
NO
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Planing
|
1.
|
Nyeri akut b.d. Diskontinuitas tulang
|
NOC:
-
Tingkt kenyamanan
-
perilaku mengendalikn nyeri
-
Tingkt nyeri;jmlh nyeri yg dilaporkan atau ditunjukkn
-
Nyeri: efekmerusak: perilaku yg diamati/dilaporkan
Tujuan/Kriteria
evaluasi:
-
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 pasien mampu
mempertahankn tingkt nyeri pd skala 3
-
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 pasien menunjukkn
nyeri: efek merusak dibuktikan dg indikator nilai 5 yaitu tidak ada gangguan
ditunjukkn dari ekspresi
nyeri lisan atau pada wajah,kegelisahan atau gangguan otot
|
Pengkajian
-
Minta pasien untuk menilai nyeri/ketidaknyamanan pada skala 0-10 (0=tdk
ada nyeri, 10= sangat nyeri)
-
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan dn lingkungan terhadap nyeri dan
respon pasien
-
Lakukan pengkajian nyeri yg komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frek, kualitas, intenistas/keprhn nyeri,faktor presipitasi
-
Observasi isyarat ktdknyamanan nonverbal,
khususnya ps yg tdk mampu
berkomunikasi scr verbal
-
Hadir di dpn ps dn klg untk memenuhi keb.rasa nyamn & aktivitas lain untuk membantu relaksasi
|
2.
|
Kelemahan
fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam kelemahan fisik dapat teratasi dengan criteria
hasil:
- kelemahan fisik tidak terjadi
|
Terapi ambulasi
|
1. Persiapan
pasien
Posisi pasien : supinasi
Anestesi : general anestesi
TD :132/92
mmHg
Nadi : 102x/menit
RR : 22x/menit
Pemasangan : bed side monitor
Pemasangan : bed side monitor
Waktu : -
Operator : Dr. Eko
Asisten : Rini
Instrumen : Fauzi
2. Persiapan
alat
Basic
set
|
Jmlh
|
Alat
tambahan
|
Jmlh
|
o Gunting
kassa
o Gunting
jaringan
o Klem
o Pinset
anatomis (besar/kecil)
o Pinset
cirugis (besar/kecil)
o Kocher
o Dukklem
o Nail
fuder
o Scuple
(no 4)
o Kom
o Bengkok
|
1
1
10
2
2
4
5
2
2
2
2
|
o Jas
operasi
o Handscoon
o Duk
besar
o Duk
sedang/sarung kaki
o Canul
suction
o Selang
suction
o Kassa
o Pisturi
no. 22
o Cutter
o Benang:
crumic 2/0, side 2/0, plain 2/0
o Jarum:
taper no: 24, cutting no 30
o Set
ORIF:
Bone klem
Reduction
Raspatorium
Kuret
Mata bor
Screw driver 3,5
Plate 1/3 tubuler 6 whole
|
4
4
3
1
1
1
5
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1 set
|
3. Penatalakasanaan/instrumen
No
|
Tindakan
|
Peralatan
|
1
|
Desinfeksi
|
Kom, betadin, alcohol, klempanjang,
kassa
|
2
|
Drapping
|
Duk besar, duk lubang, duk klem
|
3
|
Menandai daerah sayatan
|
Pisau, klem, kassa
|
4
|
Melakukan sayatan pada kulit sampai
otot
|
Pisau, kassa, klem arteri,
Pinset cirugis, gunting
|
5
|
Mempertahankan hemostatis
|
Kassa klem cutter, suction
|
6
|
Membersihkan area fraktur
|
Kuret
|
7
|
Reposisi fraktur menahan area fraktur
|
Raspatorium
|
8
|
Fiksasi fraktur
|
Bone klem, Raspatorium
|
9
|
Bor 6 whole area fraktur
|
Bor, mata bor
|
10
|
Memasang plate
|
Plate, screw driver
|
11
|
Mencuci daerah operasi
|
NaCL
|
12
|
Hecting otot
|
Plain 2/0, taper no 30
|
13
|
Hecting sub cutis
|
Chromic 2/0, taper no 24
|
14
|
Hecting kulit
|
Side 2/0, cuting no 30
|
15
|
Desinfeksi
|
Kassa betadin
|
16
|
Balut luka
|
Kassa steril, kassa betadin dan hipafix
|
2.
INTRA
OPERASI
ANALISA
DATA
No
|
Waktu
|
Data
Fokus
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
14.20
|
Subjektif
: -
Objektif
:
- Insisi
± 20 cm
- Perdarahan
± 750 cc
- TD : 128/90 mmHg
- Nadi
: 78x/menit
- RR
: 18x/menit
|
Perdarahan
akibat pembedahan
|
Resiko
syok hipovolemik
|
MASALAH KEPERAWATAN
Resiko syock hipovolomic b.d
Perdarahan akibat pembedahan
RENCANA KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1.
|
Resiko syok
hipovolomik b.d perdarahan akibat pembedahan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama operasi 1x2 jam diharapkan syock
hipovolomic tidak terjadi dengan kriteria hasil:
- Tidak
ada tanda – tanda syock hipovolemik (cyanosis)
- TTV
dalam batas normal (TD: 120/80-140/100, Nadi 60-90).
|
- Monitor
perdarahan pada daerah pembedahan setelah dilakukan insisi.
- Ingatkan
operator dan asiasten bila terjadi perdarahan hebat
- Monitor
vital sign tiap 5 menit
- Monitor
cairan yang melewati DC katheter
- Memberikan
cairan RL untuk resusitasi cairan
- Memonitor tanda-tanda syock hipovolemic.
|
3.
POST
OPERASI
ANALISA
DATA
No
|
Waktu
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
|
Subjektif: -
Objektif:
Pasien
hanya tiduran saat dipindahkan, kaki belum dapat digerakan, kaki kanan
terdapat luka post operasi pasien dipindahkan ke ruang RR dengan brankar.
|
Proses
pemindahan brankar
|
Resiko
tinggi cedera
|
MASALAH KEPERAWATAN
Resiko tinggi cedera b.d Proses
pemindahan brankar
RENCANA
KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intevensi
|
1.
|
Resiko tinggi cedera
b.d Proses pemindahan brankar.
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan resiko cedera tidak terjadi.
Dengan
kriteria hasil:
- Tidak
terjadi abserasi kulit karena pemindahan pasien.
- Pasien
dapat dipindahkan dengan aman dan nyaman.
|
- Perhatikan
posisi pasien
- Mendekatkan
bed di samping pasien
- Melindungi
organ vital pasien
- Kolaborasi
dengan 2-3 perawat yang ada
- Mengakat
pasien secara bersamaan
- Memberikan penyangga di tempat tidur pasien.
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pengkajian dilakukan
pada pasien bernama An.W dengan post jatuh dari olahraga (volley). Ps sadar,
mengeluh sakit pada kaki kanan, sakit sekali dan tidak bisa digerakan,Dalam
pemeriksaaan ada tanda fungsiolesa, deformasi, bengkak dan terbalut spalk.
Pernah dipijat 1 bln yang lalu ditempat yang sama
Dari hasil pengkajian
dapat dianalisa diagnosa keperawatan yang muncul yaitu nyeri berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan.
Saat akan dilakukan
operasi, pembiusan dilakukan dengan General anestesi, keadaan tanda-tanda vital
TD 132/92 mmHg, Nadi 102x/menit, RR 22x/menit, dilakukan
tindakan ORIF femur. Sayatan dilakukan
di area kaki kanan, dapat diambil diagnosa risiko perdarahan berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan.
Untuk diagnosa post
operasi ditemukan diagnose risiko cedera berhubungan dengan pemindahan pasien,
karena efek general anestesi.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pada
pre ditemukan masalah keperawatan nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan tulang
dan hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal.
2. Pada
intra ditemukan masalah keperawatan resiko perdarahan b.d proses pembedahan.
3. Pada
post ditemukan masalah keperawatan resiko cedera b.d proses pemindahan pasien.
B.
Saran
1. Dalam
mempersiapkan pasien yang akan dilakukan operasi sebaiknya semua persiapan pre
operasi benar-benar dipersiapkan secara maksimal, guna mencegah terjadinya
komplikasi pembedahan.
2. Pasien
atau keluarga pasien yang sudah di operasi sebaiknya di beri pendidikan
kesehatan terkait perawatan post operasi.
3. Kerjasama
team bedah perlu ditingkatkan guna tercapinya model praktek keperawatan
professional di ruang IBS.
DAFTAR PUSTAKA
Donges
Marilynn, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
Price
Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 .
Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer
Suzanne, C. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol
3. Jakarta : EGC
Tucker,
Susan Martin. 1993. Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta : EGC